Selasa, 24 Maret 2009

Kamis, 05 Maret 2009

Menunggu Mobil Pulang ke Rumah


Quantum Working: Suatu Pendekatan Terhadap Pembelajaran Mata Kuliah Praktik Kriya Dasar Logam

Yofita Sandra

Abstract: This approach were using to encourage students in learning more effectively due to practical subject matter especially in Visual Art Department. Lecturer are sugessted to make an interesting media along with an interactive instructional strategy, because this approach is believed could motivate students enhancing their own skills and comprehend what the real massege being transform through instructional better. Learning more about Metal Handycraft is given as an example.

Key words: practical subject, quantum working, time and cost efficiency.

PENDAHULUAN
Salah satu tujuan Program Studi Pendidikan Seni Rupa adalah menghasilkan lulusan yang memilki kemampuan akademik dan atau profesional dalam bidang seni rupa (seni murni, disain dan kriya) yang unggul, andal dan bermanfaat sehingga dapat menyumbang dalam pembangunan pendidikan bangsa (Pedoman Akademik, 2007/2008:117). Perolehan kecapakan atau kemampuan seni murni, disain dan kriya tidak semata-mata meliputi pengetahuan secara teoretis, akan tetapi juga dalam bentuk praktik.
Mata kuliah praktik, merupakan pembelajaran yang sangat mendasar untuk mengasah pengetahuan dan keterampilan siswa dan terus-menerus dikembangkan. Pengembangan tersebut dipandang sebagai kelanjutan dari aktivitas pengembangan kurikulum ke dalam bentuk yang lebih bersifat operasional. Karena apa yang dibahas ketika mahasiswa melakukan praktikum merupakan penyempurnaan dari teori-teori yang telah dipelajari. Maka ketika bicara tentang praktik, tidak dapat dipungkiri bahwa pengajar dan yang diajar berhubungan dengan upaya pengembangan keterampilan motorik.
Pembelajaran yang mengoptimalkan keterampilan motorik memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan manusia. Pengembangan pengetahuan tersebut bahkan dalam masyarakat yang paling sederhana tergantung pada keterampilan yang dimiliki manusia. Seperti halnya membuat alat-alat yang digunakan untuk berburu, bertani, dan membuat benda kerajinan bahkan sampai kepada benda-benda untuk perang sekalipun. Keterampilan tersebut memudahkan manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh sebab itu dalam kegiatan belajar mengajar keterampilan ini mengacu pada pengkoordinasian gerak fisik. Namun demikian, bukan berarti keterampilan fisik atau psikomotor ini lepas dari kontrol kemampuan yang termasuk ke dalam ranah kognitif dan afektif.
Selama ini, mahasiswa sering terkendala pada saat mereka akan menyelesaikan karya akhir. Tidak saja dikarenakan begitu besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan dan alat, akan tetepi juga dikarenakan keterbatasan waktu untuk merampungkan tugas akhir tersebut. Dari rata-rata waktu yang dialokasikan selama satu semester (6 bulan), mahasiswa diharuskan menyelesaikan 10 karya akhir, (dua dimensi atau tiga dimensi). Sehingga dengan demikian dipandang perlu dilakukan sebuah pendekatan baru, guna mengupayakan dapatnya masalah serupa diminimalisir.
Pengenalan pola pendekatan pembelajaran ini diberinama Quantum Working. Ide untuk memunculkan pendekatan pembelajaran ini dilatarbelakangi oleh adanya keinginan pendidik untuk memberikan model pembelajaran yang lebih bermakna kepada mahasiswa. Tuntutan atas kebermakanaan ini dapat ditinjau dari sudut pandang relevansi kebutuhan dan kesanggupan penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran, dengan tidak terlepas dari konsep dasar atau ide dasar yang seharusnya dikuasai oleh mahasiswa setiap memilih mata kuliah praktik. Apalagi bagi mahasiswa Jurusan Seni Rupa.
Penerapan pendekatan pembelajaran Quantum Working pada mata kuliah praktik di atas berorientasi pada pengembangan tindak lanjut mata kuliah praktik yang selama ini sering mendatangkan dilema pada mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir saat akan menamatkan pendidikan mereka di tingkat Strata 1. Dari beberapa mata kulian praktik yang dikelompokkan ke dalam kajian seni rupa murni, kriya dan desain, Mata Kulian Kriya Logam, adalah yang termasuk ke dalam pembagian mata kuliah kriya. Oleh sebab itu, pendekatan Quantum Working sangat cocok diterapkan pada mata kuliah ini.

PEMBAHASAN
Logam adalah nama bagian segolongan unsur-unsur yang menurut perbandingan berdaya pengantar besar bagi listrik dan kalor (Sunaryo dan Bandono, 1979:3). Logam ditambang dari dalam tanah, dalam wujud logam asal yaitu bijih logam. Bijih logam sebelum diolah selalu bercampur dengan unsur-unsur lain yang bersenyawa dengannya. Bijih logam itu sendiri ditemukan dalam bentuk batu-batuan atau pasir. Mata kuliah Kriya Logam Dasar itu sendiri, membahas tentang bagaimana logam diolah menjadi benda kerajinan. Dengan perkataan lain, pada mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menghasilkan benda-benda kerajinan dari logam, menggunakan alat dan bahan yang sesuai dengan cepat, tepat dan cermat.
Berbagai alternatif yang dapat ditempuh guna mensuskseskan program pembelajaran yang berorientasi pada pengambangan mata kuliah praktik dapat dipilih dosen untuk menyelesaikan masalah pembelajaran menurut kondisi yang sedang dialami. Pertimbangan yang cukup mendasar untuk menetapkan salah satu pilihan terutama yang berkaitan dengan mata kuliah praktik sebagai pengejawantahan dari instrumen keterampilan motorik antara lain dengan:
1. Menetapkan satu analisis kebutuhan
2. Memberikan analisis tugas
3. Menyajikan analisis evaluasi
Ellis (1878) menyebutkan bahwa ciri-ciri keterampilan motorik adalah: (1) dilibatkannya serangkaian tanggapan-tanggapan motorik, (2) diikutsertakannya pula koordinasi input-input yang dapat diamati terkait dengan pemberian tanggapan, (3) diperlihatkannya respon dengan rangkaian kegiatan yang terkoordinir, (4) diberikannya umpan balik.
Teori-teori pembelajaran yang bersifat praktik dipandang sebagai proses yang sangant penting sebagai bagian dari instrumen pembejaran yang seutuhnya. Aktivitas praktik di sini menjadi bagian dari keseluruhan proses kematangan personal. Bla dikaji dari beberapa sudut pandang pembelajaran yang efektif, teori “Learning by doing” identik dengan apa yang dikemukakan Thorndike, yang memandang instrumen pembelajaran motorik penting dalam menyelesaikan tugas belajar sebagai respon.
Bila dalam sekian kali pertemuan pembelajaran mata kuliah praktik mahasiswa telah mengikuti kuliah dalam bentuk teori, tidak ada salahnya bila kemudian dilanjutkan dengan kegiatan praktik, atau mata kuliah itu sendiri memang merupakan mata kuliah praktik. Cara yang paling efektif yang dipandang mampu membantu mahasiswa merealisasikan ide-ide atau konsep-konsep dasar yang telah dipelajari ke bentuk baru atau produk baru adalah dengan metode quantum working sebagaimana yang disebutkan semula. Hernowo (2003:10) menyebutkan bahwa:
Quantum dapat dipahami sebagai “interaksi yang mengubah energi menjadi pancaran cahaya yang dahsyat”. Dalam konteks belajar, quantum dapat dimaknai sebagai “interaksi yang terjadi dalam proses belajar niscaya mampu mengubah pelbagai potensi yang ada di dalam diri manusia menjadi pancaran atau ledakan-ledakan gairah (dalam memperoleh hal baru) yang ditularkan (ditunjukkan) kepada orang lain”.

Lain halnya bila pengejawantahan mekanisme quantum tersebut diamati pada kegiatan belajar yang mengutamakan motorik (praktik). Tentunya energi yang dimiliki seseorang dipergunakan sepenuhnya untuk menuntaskan suatu pekerjaan atau latihan dan cara yang efektif dan efisien.

Dasar Pengembangan Konsep Belajar Teoretis Terhadap Praktik
Munculnya ide untuk mengembangkan mata kuliah praktik dengan pendekatan Quantum Working secara efektif dan efisien bertolak dari pemikiran Quantum learning dan Quantum Teaching yang biasa dikenal sebagai satu revolusi cara belajar dalam pelaksaan pembelajaran. Penekanan yang diberikan dosen saat membelajarkan mahasiswa tentunya mengarah pada upaya bagaimana yang memudahkan mahasiswa belajar.
Selanjutnya gabungan dari kedua pendekatan tersebut menjadi Quantum Working terhadap mata kuliah praktik dipandang cocok untuk dapat mempermudah pengajar dalam hal ini dosen untuk membelajarkan siswa. Namun demikian, diterapkannya satu pendekatan dalam pembelajaran tentunya mengandung satu konsekuensi tertentu yang bila tidak dicermati secara seksama dapat menimbulkan ketidakpuasan banyak pihak, apakah itu dosen sendiri, mahasiswa, dan universitas secara umum dalam menciptakan lulusan yang berkualitas. Guna mengenal lebih jauh pendekatan ini, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan lebih lanjut sebagai titik tolak untuk maju lebih pesat terutama berkaitan dengan pembelajaran mata kuliah praktik.

Penerapan Konsep Belajar Praktik Dengan Pendekatan Quantum Working Pada Mata Kuliah Kriya Dasar Logam.

Kemp (1994:15) menyebutkan, terdapat 4 hal pokok terkait dengan upaya perencanaan pengajaran yang baik. Keempatnya dapat diwujudkan dengan jawaban terhadap berbagai pernyataan ini:
1. Untuk siapa program itu dirancang? (ciri siswa, mahasiswa, atau peserta )
2. Kemampuan apa yang Anda inginkan untuk dipelajari? (tujuan)
3. Bagaimana isi pelajaran atau keterampilan dapat dipelajari dengan baik? (metode dan kegiatan belajar-mengajar)
4. Bagaimana Anda menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang sudah dicapai? (tata cara evaluasi).

Bila disesuaikan dengan upaya di atas, maka penerapan pendekatan Quantum Working Mata Kuliah Kriya Dasar Logam termasuk kepada kategori metode atau cara belajar-mengajar. Karena dengan pendekatan Quantum Working diupayakan bagaimana cara mahasiswa untuk dapat mempelajari materi pelajaran dengan baik.
Pengembangan mata kuliah praktik, dalam hal ini Mata Kuliah Kriya Dasar Logam sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pengoptimalan kemampuan motorik, melibatkan tiga fase pengembangan pola tindakan, yakni: (1) fase pemahaman kognitif awal, (2) fase pengalaman atau penggabung-gabungan, (3) tahap akhir atau otomasi (Ellis, 1978). Pada tahap awal tingkatan kognitif, mahasiswa berusaha untuk menggali dan mengerti apa sesungguhnya yang ia perlukan. Dalam pembelajaran, realisasi fase ini dapat dituntaskan dalam bentuk penyelesaian tugas-tugas belajar yang diberikan oleh dosen. Kemudian pada fase penggabung-gabungan, dimana informasi yang diperoleh oleh mahasiswa dalam pembelajaran dikaitkan dengan kegiatan pembecahan masalah belajar hingga benar-benar menyatu dengan berbagai kemampuan atau keterampilan lain.
Sementara pada fase akhir atau otomasi, keterampilan yang selama ini dilatihkan pada model-model pembelajaran sebelumnya pada akhirnya menjadi kebiasaan dan langsung muncul saat keterampilan tersebut dibutuhkan. Mereka yang sampai ke tahap otomasi, disebut Rose dan Nichol (2003) memiliki kecerdasan Kinestetik-tubuh. Mahasiswa dapat dikatakan memiliki kecerdasan kinestetik bila mampu menggunakan tubuh secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau megnemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini jelas diperlihatkan untuk mengejar prestasi atletik, seni seperti menari dan akting, atau dalam bidang bangunan dan konstruksi.
Terkait dengan pendekatan Quantum Working ini melalui pengembangan pembelajaran dalam mata kuliah praktik (seperti pada: Pembelajaran Desain Lansekap), menurut Heldi (2004, 80-87) kepada mahasiswa hendaknya dosen menuntun mereka ”belajar bagaimana caranya untuk belajar” atau dengan perkataan lain, dosen menerapkan pola-pola konstruktivistik dalam mengajar. Bila pendekatan serupa direplikasikan ke model pembelajaran logam, maka pengembangan pembelajaran dapat mengarahkan dosen dan mahasiswa secara bersama menetapkan pilihan pada pendekatan Quantum Working. Dosen menyajikan media yang dapat dengan cepat merangsang munculnya ide-ide baru dengan didukung beraneka ragam contoh atau media, kemudian mahasiswa mencoba mengembangkannya ke dalam bentuk produk atau hasil karya baru dalam waktu yang tidak terlalu lama dan biaya operasionalnya pun tidak terlalu besar.
Sebagai contoh, Mata kuliah Logam merupakan salah satu praktik yang dapat menerapkan pendekatan Quantum Working. Esensi dari mata kuliah ini adalah penerapan rancagnan dan keterampilan dasar megnolah bahan logam menjadi benda-benda pakai dan hiasan dengan menggunakan teknik-teknik dasar (Fakultas Bahasa Sastra dan Seni, 2004:161). Dengan demikian orientasi pembelajaran logam terutama di tingkat dasar (kerajinan logam) adalah menuntun mahasiswa untuk menghasilkan satu bentuk kerajinan yang dapat menarik perhatian masyarakat dengan tujuan akhir perolehan balikan dalam bentuk keuntungan material.
Sunaryo dan Bandono (1979) mengatakan bahwa logam adalah bahan galian, yang sudah sejak lama dipakai orang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Logam sudah dikenal sejah zaman pra sejarah. Tidak salah bila seiring dengan perkembangan zaman, logam yang dulu mengolahnya sangat susah, sekarang dapat diolah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila dikaitkan dengan model pembelajaran Logam, ada beberapa strategi guna diterapkannya Quantum Working secara efektif, yakni dengan: memformulasikan ide-ide baru, menindaklanjuti hasil temuan, memamerkan atau mendisplay karya baru.
Memformulasikan ide-ide baru
Bertolak dari ide dasar dan penyajian media atau contoh karya dari dosen, mahasiswa dapat merancang suatu produk baru dengan pola reproduksi lebih baik atau setidaknya sama dengan yang dibuat dosen. Karena banyaknya keteknikan yang bisa difungsikan untuk mengolah benda-benda yang terbuat dari logam, akan lebih baik bila dosen menetapkan satu atau dua teknik saja. Seperti teknik patri atau teknik pengecoran logam.
Seringkali ide muncul dari pengalaman-pengalaman intuitif. Untuk merealisasikan Quantum Working, pengalaman intuitif tersebut dapat dijadikan sumber inspirasi penciptaan karya baru, yang biasanya:
Terjadi ketika kita berada dalam situasi santai dan tidak “sedang mengerjakan” sesuatu atau berusaha memecahkan suatu masalah.
Muncul secara spontan, secara tiba-tiba
Sering bersifat simbolis atau kinestetis dan sulit diungkapkan dalam kata-kata.
Kerap melibatkan terciptanya koneksi baru pada tingkat bawah sadar. (Hernowo, 2003:145)

Cara termudah untuk memformulasikan ide-ide baru adalah dengan menuangkannya ke atas kertas. Dengan perkataan lain, ide tersebut kemudian ditransfer ke dalam bentuk yang lebih konkrit, atau dalam seni rupa ide-ide ini kemudian direalisasikan ke dalam bentuk coretan-coretan kasar atau sket yang penyempurnaannya dilakukan pada saat finishing karya.
Menindaklanjuti hasil temuan
Pengujicobaan hasil temuan baru atau produk baru yang direka mahasiswa dapat dilaksanakan dalam bentuk:
1. Penemuan model (prototype). Model yang dimaksud bisa saja terdiri dari bahan yang bukan logam seperti: tanah liat, sabun, lilin, atau gabus yang mudah untuk dibentuk. Bahan yang bukan logam lebih mudah untuk dibentuk di samping itu biaya yang diperlukan juga tidak terlalu besar. Dengan perkataan lain pemilihan bahan ini tentunya didasarkan kepada efisiensi biaya operasional.
2. Penciptaan produk baru. Bila dalam bidang pembelajaran Mata Kuliah Logam, kepada mahasiswa dikenalkan bahwa terdapat beraneka ragam jenis logam yang dapat diolah menjadi benda kerajinan, antara lain dengan cara di cor, seperti kuningan, tembanga, besi, aluminium, mahasiswa dapat memilih timah, karena titik cairnya lebih rendah dan tidak diperlukan tungku pembakaran khusus.
3. Perolehan keuntungan finansial. Karena bahan logam yang lebih murah dan lebih mudah untuk dicor, tanpa mengurangi keindahan bentuk karya, mahasiswa bisa menghemat biaya produksi dan memasarkan karya lebih mudah.
4. Pelestarian khasanah budaya bangsa. Sesuai dengan silabus, kepada mahasiswa ditekankan untuk mencoba mengembangkan motif-motif ukiran atau pahatan Minangkabau.
Memamerkan atau Mendisplay karya baru
Penemuan baru untuk hasil pekerjaan mata kuliah praktik yang lebih praktis sudah selayaknya diinformasikan kepada khalayak ramai. Pameran dapat menjadi satu ajang pengenalan model pembuatan karya baru dengan pendekatan pembelajaran yang baru pula. Ide dasar yang hendak ditekankan dalam pengembangan pendekatan ini sebenarnya untuk memudahkan terbukanya peluang berkarya secara lebih luas dengan tidak terbatas pada satu media tertentu. Hal ini dimungkinkan karena untuk berkarya kepada mahasiswa diberikan kebebasan berekspresi mengolah bahan mentah berbentuk apa saja untuk kemudian ditransformasikan ke berbagai bentuk baru lainnya.
PENUTUP
Berdasarkan semua uraian yang dikemukakan di atas dapat dikumukakan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk dapat memudahkan mahasiswa belajar menangkap ide pembelajaran mata kuliah praktek yang sesungguhnya, dosen harus menyajikan media pembelajaran yang bisa mengarahkannya pada kegiatan menghasilkan karya baru dengan lebih cepat.
2. Konsep pembelajaran secara teoretis penting, tetapi lebih penting lagi pemahaman untuk mengaplikasikannya pada bidang praktik sehingga terjadi kontinuitas serta pengimplikasian yang baik.
3. Adalah lebih baik bagi dosen dan juga mahasiswa untuk tidak menutup mata terhadap setiap kemungkinan yang bisa terjadi saat praktik tidak sesuai dengan teori yang dipelajari dengan menyiapkan perangkat penanggulangan masalah sesegera mungkin, mengingat mata kuliah praktik (yang berhubungan dengan pekerjaan seni) memiliki kecenderungan untuk tidak bersifat matematis dan lebih mengutamakan rasa (nilai-nilai estetis).
4. Tujuan dikembangkannya satu bentuk pendekatan baru dalam mata kuliah praktik dimaksudkan agar baik dosen ataupun mahasiswa dapat menyukseskan setidaknya satu periode pembelajaran dengan baik, mengingat mata kuliah praktik membutuhkan energi dan biaya penyelesaian yang lebih banyak dibanding mata kuliah teoretis.










DAFTAR RUJUKAN
Davies, Ivor K. (1991). Pengelolaan Belajar. Jakarta: CV. Rajawali.

Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Gagne, Robert, M, and Leslie, Briggs, J, (1987). Instructional Technology: Foundations. London: Lawrence Erlbaun Associates, Publishers.

Gagne, Robert, M. (1977). Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart dan Winston.

Rose, Colin dan Nicholl, Malcolm. 2003. Accelerated Learning for Learning for The 21st Century. Bandung: Penerbit Nuansa.

Fakultas Bahasa Sastra dan Seni. 2004. Buku Pedoman Akademik Universitas Negeri Padang. Padang: UNP Press.

Heldi. 2004. “Pola Konstruktivistik: Suatu Alternatif Pembelajaran Desain Lansekap” Jurnal Bahasa dan Seni Volume 5 No. 2, Tahun 2004 hal. 80-87.

Hernowo. 2003. Quantum Writing. Bandung: Penerbit MLC.

Kemp, E. Jerrold. 1994. Proses Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Penerbit ITB Bandung.

Sudijono. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gunung Jati.

Sunaryo, S. Hudi dan Bandono, A. Sri. 1979. Pengetahuan Teknologi Kerajinan Logam 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Teknologi Kerumahtanggaan dan Kejuruan Kemasyarakatan Jakarta.

Winkel., W. S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia